Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan konflik geopolitik yang semakin memanas di Timur Tengah, antara Iran dan Israel belum berdampak pada kinerja impor dan ekspor perdagangan Indonesia.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso mengatakan, Kementerian Perdagangan akan rutin terus memonitor secara berkala perkembangan konflik di Timur Tengah, terutama pada jalur distribusi Terusan Suez yang menjadi titik vital jalur perdagangan global.

“Kita memonitor terus, sampai sekarang terutama distribusi yang melalui Terusan Suez. Biasanya yang melalui sana kan gandum. Tapi sampai saat ini masih belum ada kendala,” kata Budi saat ditemui wartawan di Kantor Kemendag, dikutip Senin (22/4/2024).

Meski demikian, Budi tak menampik perang antara Iran-Israel telah berdampak langsung pada pelemahan rupiah. Hanya saja, ia menekankan konflik tersebut belum berdampak pada realisasi impor berbagai komoditas.

“Dampaknya dengan kondisi ini secara riil belum kelihatan. Mudah-mudahan cepat selesai,” ujarnya.

Dalam kesempatan berbeda, Badan Pusat Statistik (BPS) menegaskan dampak konflik Iran dan Israel terhadap perdagangan Indonesia relatif minim. Hal ini diungkapkan oleh Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti pada rilis berita resmi statistik (BRS) ekspor dan impor, Senin (22/4/2024).

Amalia mengungkapkan pangsa perdagangan Indonesia dan Israel maupun Iran sangat kecil dibandingkan dengan ekspor dan impor ke kawasan lain di Timur Tengah.

Jika dilihat ekspor Indonesia ke Israel itu hanya 1,38% dari total ekspor ke Timur Tengah dan juga impor Indonesia dari Israel itu hanya 0,22% dari total impor Indonesia ke Timur Tengah.

Begitu juga dengan Iran, ekspor Indonesia ke sana hanya 2,15% dari total ekspor kita ke Timur Tengah dan impornya hanya 0,12% terhadap total impor Timur Tengah.

“Jadi secara dampak langsung dari perdagangan relatif minimal,” ujar, Senin (22/4/2024). Dengan demikian, Indonesia surplus neraca perdagangan dengan Israel.

“Yang ingin saya garis bawahi secara umum dapat disimpulkan nilai perdagangan Indonesia dengan Iran-Israel relatif kecil keduanya bukan mitra dagang utama Indonesia di kawasan Timur Tengah,” tegasnya.

Adapun, mitra utama Indonesia di Timur Tengah adalah Arab Saudi, UEA, dan Oman.

Apa Kata Pengusaha?

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, serangan balik Israel tersebut akan semakin menambah tekanan terhadap ekonomi Indonesia, khususnya dalam hal penciptaan stabilitas makro.

Pelemahan kurs diprediksi akan semakin tertekan lebih dalam atau lebih cepat, aliran dana keluar yang akan mengganggu kecukupan devisa (termasuk pengendalian capital flight) dan inflasi. Dalam hal ini terutama tekanan imported inflation, jika tidak dilakukan intervensi harga pasar atau ditahan dengan pelebaran subsidi.

“Tentu saja tingkat keparahan dampak ini akan terjadi berangsur-angsur, tidak langsung, kecuali capital flight pasar modal. Dampaknya akan semakin terasa seiring waktu. Atau, semakin lama Indonesia ter-expose dengan kondisi-pasar pasar global yang diciptakan oleh ekskalasi konflik tersebut, seperti kenaikan harga minyak global atau ketidaklancaran perdagangan via perairan kawasan teluk,” kata Shinta kepada CNBC Indonesia, Jumat (19/4/2024).

“Dampak negatif juga akan semakin parah dirasakan oleh Indonesia bila pemerintah hanya melakukan langkah “business as usual”. Jadi, intervensi-intervensi kebijakan yang bisa meredakan potensi dampak-dampak negatif dari konflik ini sudah harus dilakukan saat ini. Agar dampak negatif yang bisa menekan ekonomi Indonesia atau potensi pertumbuhan ekonomi kita saat ini bisa diminimalisir,” jelasnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan hal senada. Terutama, katanya, konflik kedua negara itu akan memicu masalah baru bagi ekonomi dunia dan Indonesia jika eskalasinya meluas.

Perang Israel-Iran, lanjutnya, akan jadi masalah ketika memicu terjadinya penutupan Selat Hormuz oleh Iran. Akibatnya, pasokan minyak dari Timur Tengah akan terganggu dan terhenti.

“Dampaknya, harga minyak akan meroket. Bisa mencapai US$100 per barel dan mendorong tingkat inflasi di seluruh dunia,” katanya.

Benny mengatakan, dunia saat ini tengah mengalami turbulensi. Pemicunya, lanjut dia, perang Ukraina dan Timur Tengah. Bukan tak mungkin, badai besar akan menerjang banyak negara, tidak terkecuali Indonesia.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Israel-Iran Memanas, Kapal-Kapal RI Diklaim Aman Lewat Selat Hormuz


(dce)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *